BAB II Peraturan Perundang-undangan dalam Sistem Hukum Indonesia
BAB II
Peraturan Perundang-undangan dalam Sistem Hukum Indonesia
Sumber https://www.winnetnews.com
Setiap orang harus memiliki kesadaran untuk
menerapkan budaya antre. Sikap tertib tersebut menunjukkan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apa saja peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.
- Makna Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Tahukan kamu, apa makna peraturan
perundang-undangan?
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan perundang-undangan
merupakan peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum
dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
Kalian
dapat perhatikan tayangan vidio berikut ini https://youtu.be/ksebXgc7GP8
1.
Pengertian
Peraturan Perundang-undanagna Nasional
Negara
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana dinyatakan dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) “ Negara Indonesia adalah negara hukum”
Hal
ini mengandung arti bahwa kehidupan
bermaqsyarakat, berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada hukum yang
berlaku.
Hukum memiliki berbagai bentuk , baik tertulis
maupun tidak tertulis.
Hukum tertulis dalam kehidupan kalian misalnya :
1. tata
tertib sekolah
2. Peraturan dilingkungan rumah
3. Tata tertib dilingkunan masyarakat.
Contoh hukum yang tidak tertulis :
Hukum yang tidak tertulis tetapi diaku keberadaanya
sebagai salah satu hukum yang mengikat masyarakat misalnya adat idtiadat
Untuk
mewujudkan sistem hukum nasional, pasal 22 A UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menegaskan bahwa “ Ketentuan
lebih lanjut tentang tata cara pembentukan
undang-undang dengan undang-undang” Untuk menjabarkan ketentuan pasal 22A
tersebut, ditetapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
2. Landasan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
3.
Tata
Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Tata
urutan peraturan perundang-undangan mengandung makna bahwa peraturan
perundang-undangan yang berlaku memilikimhierarki atau tingkatan . Peraturan
yang satu memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan peraturan yang
lain.
Peraturan perundang-undangan menurut UU No 12 Tahun
2011 memiliki pengertian peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia sesuai pasal 7 UU NO 12 Tahun 2011 secara
hierarki terdiri :
4. Asas
– asas Pembentukan Peraturan perundang-undangan
ditegaskan dalam pasal 5
a.
Kejelasan tujuan : bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai
b.
Kelembagaan atau
organ pembentuk yang tepat adalah setiap
jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau
pejabat pembentuk perataraturan perundang-undangan yang berwenang.
c.
Kesesuaian
antara jenis, hirarkhi, dan materi muatan adalah dalam pembentukan peraturan
perundang –undangan pembuat harus
benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat yang tepat sesuai dengan
jenis dan hirakhi peraturan perundang-undangan.
d.
Dapat
dilaksanakan adalah : bahwa setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas
peraturan perundang-undangan tersebut didalam masyarakat baik secara filosofis,
sosiologis maupun yuridis.
e.
Kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah setiap peraturan perundang-undangan
dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara
f.
Kejelasan rumusan adalah bahwa penyusunan
peraturan perundang-undangan Bahasa hukumnya jelas sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaanya.
g.
Keterbukaan
adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang undangan harus transparan
dan terbuka
Dalam
Pasal 6 Materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas-asas
sebagai berikut :.
1. Pengayoman . Adalah setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan
ketentraman masyarakat
2. Kemanusiaan . Adalah materi peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi
manusia
3. Kebangsaan. Adalah
setiap materi peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan sifat
dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip
NKRI
4. Kekeluargaan . Adalah setiap materi peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap mengambil keputusan .
5. 5. Pengayoman . Adalah setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk
menciptakan ketentraman masyarakat
6. Kemanusiaan . Adalah materi peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi
manusia
7. Kebangsaan. Adalah
setiap materi peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan sifat
dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip
NKRI
8. Kekeluargaan . Adalah setiap materi peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap mengambil keputusan .
B. Proses Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan dalam tata urutan perundangundangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 di atas, secara lebih jelas
sebagai berikut.
1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasardalam peraturan
perundangan-undangan. Sebagai hukum dasar, UUD mengikat setiap warga negara dan
berisi norma dan ketentuan yang harus ditaati. Sebagai hukum dasar, UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum bagi peraturan
perundang-undangan, dan merupakan hukum tertinggi dalam tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Secara historis, UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
pada tanggal 18 Agustus 1945.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan terhadap UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan. Perubahan ini
dilakukan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi dalam sistem pemerintahan di
Indonesia. Tata cara perubahan UUD ditegaskan dalam pasal 37 UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai berikut.
a)
Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan disampaikan secara tertulis
yang memuat bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
b)
Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal dihadiri
sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c)
Putusan untuk mengubah disetujui oleh
sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.
d)
Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat di- lakukan perubahan.
e)
Perlu juga kalian pahami bahwa dalam perubahan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat beberapa kesepakatan dasar,
yaitu sebagai berikut.
Ø
Tidak mengubah Pembukaaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Ø
Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ø
Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
Ø
Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang memuat hal-hal bersifat normatif (hukum) akan dimasukkan ke dalam
pasal-pasal.
Ø
Melakukan perubahan dengan cara adendum, artinya
menambah pasal per- ubahan tanpa menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan
perubahan bersifat adendum untuk kepentingan bukti sejarah.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketika MPRS dan MPR masih berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara salah satu produk hukum MPR adalah Ketetapan MPR. Ketetapan MPR adalah putusan majelis yang memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar majelis. Mengikat ke dalam berarti mengikat kepada seluruh anggota majelis. Mengikat ke luar berarti setiap warga negara, lembaga masyarakat dan lembaga negara terikat oleh Ketetapan MPR.
Adapun
yang dimaksud dengan ”Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” dalam UU Nomor
12 Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan
Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7
Agustus 2003.
Pasal
2 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 menegaskan bahwa beberapa ketetapan MPRS dan MPR
yang masih berlaku dengan ketentuan adalah sebagai berikut.
Ø
Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang
Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi
Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk
Menyebarluaskan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang
Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang
Penentuan Pendapat di Timor Timur .
Pasal 4 Ketetapan
MPR No. I/MPR/2003 mengatur ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku
sampai dengan terbentuknya undang-undang, yaitu sebagai berikut.
Ø
Ketetapan MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang
Pengangkatan Pahlawan Ampera.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan; Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber
Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka NKRI.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Ketetapan ini saat
ini sudah tidak berlaku karena sudah ditetapkan undang-undang yang mengatur
tentang hal ini.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang
Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang
Pemisahan TNI dan Polri.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang
Peran TNI dan Polri.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika
Kehidupan Berbangsa.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi
Indonesia Masa Depan.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang
Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN.
Ø
Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang
adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan
bersama presiden. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang adalah peraturan
yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang memiliki
kedudukan yang sederajat. DPR merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
membentuk undang-undang, berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Namun, kekuasaan ini harus dengan persetujuan presiden.
Suatu
rancangan undang-undang dapat diusulkan oleh DPR atau presiden. Dewan
Perwakilan Daerah juga dapat mengusulkan rancangan undang-undang tertentu
kepada DPR. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusul- kan oleh
DPR sebagai berikut.
a)
DPR mengajukan rancangan undang-undang secara
tertulis kepada presiden.
b)
Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas
rancangan undang-undang bersama DPR.
c)
Apabila disetujui bersama oleh DPR dan presiden,
selanjutnya rancangan undang- undang disahkan oleh presiden menjadi
undang-undang.
Proses
pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPD sebagai berikut.
a)
DPD mengajukan usul rancangan undang-undang
kepada DPR secara tertulis.
b)
DPR membahas rancangan undang-undang yang
diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
c)
DPR mengajukan rancangan undang-undang secara
tertulis kepada presiden. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas
rancangan undang-undang bersama DPR.
Apabila
disetujui bersama oleh DPR dan presiden, selanjutnya rancangan undang-undang
disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Di
samping undang-undang, ada peraturan perundang-undangan yang setara
kedudukannya dengan undang-undang, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh presiden karena keadaan
genting dan memaksa. Dengan kata lain, diterbitkannya Perppu jika keadaan
dipandang darurat dan perlu payung hukum untuk melaksanakan suatu kebijakan
pemerintah. Perppu diatur dalam UUD 1945 pasal 22 ayat (1, 2, dan 3) yang
memuat ketentuan sebagai berikut.
a)
Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa.
b)
Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa
persidangan berikutnya.
c)
Apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR,
maka Perppu harus dicabut.
d)
Apabila Perppu mendapat persetujuan DPR, Perppu
ditetapkan menjadi undang- undang.
Contoh
Perppu yang dijadikan undang-undang, antara lain Perppu No. 1 Tahun 1999
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Perppu tersebut kemudian ditetapkan
menjadi Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
4. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan
pemerintah adalah peraturan perundangan-undangan yang ditetapkan oleh presiden
untuk melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Hal ini sesuai dengan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 5 ayat (2). Peraturan pemerintah
ditetapkan oleh presiden sebagai pelaksana kepala pemerintahan. Contoh dari
peraturan pemerintah adalah PP No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP No.
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan untuk Melaksanakan UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai berikut.
a)
Tahap perencanaan rancangan Peraturan Pemerintah
(PP) disiapkan oleh ke- menterian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian
sesuai dengan bidang tugasnya.
b)
Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk
panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian.
c)
Tahap penetapan dan pengundangan PP ditetapkan
oleh presiden (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945) kemudian diundangkan oleh Sekretaris
Negara.
5. Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan
Presiden adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Proses
penyusunan Peraturan Presiden ditegaskan dalam pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011,
yaitu sebagai berikut.
Pembentukan
panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah non- kementerian oleh
pengusul.
Pengharmonisasian,
pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Per- aturan Presiden
dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum.
Pengesahan
dan penetapan oleh presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi adalah per- aturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama gubernur. Peraturan
Daerah dibuat dengan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Perda
tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Pemerintah Pusat
dapat membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011
sebagai berikut.
a.
Rancangan Perda Provinsi dapat diusulkan oleh
DPRD Provinsi atau Gubernur.
b.
Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi,
proses penyusunan adalah sebagai berikut.
c.
DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda kepada
gubernur secara tertulis.
d.
DPRD Provinsi bersama gubernur membahas
Rancangan perda Provinsi.
e.
Apabila memperoleh persetujuan bersama,
Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
f.
Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur, proses
penyusunan adalah sebagai berikut.
g.
Gubernur mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD
Provinsi secara tertulis
h.
DPRD Provinsi bersama gubernur membahas
Rancangan Perda Provinsi
i.
Apabila memperoleh persetujuan bersama,
Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan
Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah
peraturan perundang- undangan yang dibentuk oleh DPRD
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama bupati/walikota. Perda dibentuk
sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan sehingga peraturan daerah
dapat berbeda-beda antara satu daerah dan daerah yang lainnya.
Proses
penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011
sebagai berikut.
a.
Rancangan Perda Kabupaten/Kota dapat di- usulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota atau
bupati/walikota.
b.
Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota, proses penyusunan adalah
sebagai berikut.
1)
DPRD Kabupaten/Kota mengajukan ran- cangan perda
kepada bupati/walikota secara tertulis
2)
DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/ walikota
membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota.
3)
Apabila memperoleh persetujuan bersama,
Rancangan Perda disahkan oleh bupati/ walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
4)
Apabila rancangan diusulkan oleh
bupati/walikota, proses penyusunan adalah sebagai berikut.
5)
Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Perda
kepada DPRD Kabupaten/Kota secara tertulis.
6)
DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota
membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota.
7)
Apabila memperoleh persetujuan bersama,
Rancangan Perda disahkan oleh bupati/walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
C. Menampilkan
Sikap Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
Simak
cerita di bawah ini.
Anjar
Subekti, seorang siswa yang rajin belajar.
Anjar setiap pagi selalu siap untuk mengikuti belajar daring. Seluruh
tugas sekolah selalu dikerjakan oleh Anjar sehingga Anjar tidak pernah ditegur
oleh guru. Pada akhir semester, nilai rapor pengetahuan Anjar sangat baik dan
nilai rapor sikap serta keterampilan Anjar pun sangat baik. Orang tua Anjar merasa
bangga terhadap nilai yang telah diperolehnya.
Dari
cerita di atas, jawablah pertanyaan di bawah ini.
1.
Apakah Anjar merupakan siswa yang mematuhi
peraturan sekolah?
2.
Adakah keuntungan yang akan diterima seseorang
apabila mematuhi aturan? Jelaskan!
Kepatuhan
berarti sikap taat atau siap sedia melaksanakan aturan. Bersikap patuh akan
membentuk perilaku disiplin. Banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila
seseorang terbiasa hidup taat pada aturan, di antaranya adalah kepatuhan lebih
menguntungkan daripada melanggar aturan. Contohnya, orang melanggar lalu lintas
akan dikenakan denda sekian rupiah. Orang yang berpola hidup sehat akan
terhindar dari penyakit. Orang yang tidak merokok akan memiliki tubuh sehat.
Kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan nasional berkaitan dengan terbentuknya
kesadaran hukum setiap warga negara.
Kesadaran
hukum warga negara dapat diukur dari beberapa indikator berikut:
1)
Pengetahuan Hukum
Pengetahuan hukum meliputi pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan yang
dilarang hukum, seperti penganiayaan, penipuan, penggelapan. Selain itu, juga
pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan oleh hukum, seperti
jual-beli, sewa-menyewa, dan perjanjian.
2)
Pemahaman Kaidah-Kaidah Hukum
Pemahaman terhadap kaidah hukum ditandai
dengan menghayati isi
hukum yang berlaku seperti
memahami tujuan hukum yang mewujudkan ketertiban dan keamanan bersama.
3)
Sikap terhadap Norma-Norma Hukum
Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk penilaian terhadap norma-norma
hukum berupa nilai baik dan buruk terhadap kaidah-kaidah (aturan-aturan) hukum.
Misalnya, pencurian termasuk dalam perbuatan tercela karena merugikan orang
4)
Perilaku Hukum
Perilaku hukum ditunjukkan dengan perbuatan menaati aturan-aturan hukum
yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai warga negara yang baik, salah satu kewajibannya adalah mematuhi
aturan perundang-undangan. Perilaku menaati peraturan perundang-undangan
merupakan kewajiban setiap warga negara, tidak terkecuali para pelajar.
Perilaku menaati undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh semua orang
di antaranya adalah sebagai berikut.
Ø
Memiliki akta kelahiran.
Ø
Mematuhi aturan berlalu lintas.
Ø
Menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar.
Ø
Tidak melakukan tindakan yang melawan hukum.
Kepatuhan kepada hukum merupakan cerminan
kepribadian seseorang. Orang yang
taat pada hukum berarti memiliki kepribadian yang baik. Sementara itu, orang
yang tidak taat pada hukum berarti kepribadiaannya tidak baik karena sudah
mengabaikan kewajibannya. Kalian jadilah warga negara yang mempunyai
kepribadian yang baik dengan selalu menaati peraturan yang berlaku.
Komentar
Posting Komentar